Bukan Fiersa Besari

17.58 Dery Rizki Purwanto 1 Comments


             Belakangan ini saya suka menonton channel Fiersa Besari di Youtube, terutama tentang Jurnal Perjalanannya yang membuat pikiran saya lebih terbuka mengenai sebuah perjalanan. Membuat saya ingin menumpahkan pikiran melalui tulisan kembali di blog ini. Mungkin benar, banyak orang mencari sebuah perjalanan hanya sekedar untuk pamer foto di sosial media, like, komentar, tanpa memerhatikan sisi kecil dari setiap langkah yang sebenarnya bisa di ambil pelajaran. Saya sendiri hanya sekedar suka untuk melakukan perjalanan, terutama main-main ke alam. Mungkin sudah mulai jatuh cinta? Mungkin.
                Tahun 2014, saat saya kelas 11, pertama kalinya saya mendaki gunung, Gunung Gede di Jawa Barat. Celana Jeans, tidak bawa jaket gunung, tidak cek isi dari sleeping bag sebelum berangkat (dan ternyata isi dari tas sleeping bag-nya pakaian dalam salah satu anak sispala SMA saya -_-), sok-sokan membawa carrier paling besar karena memang saat itu fisik saya masih sering ditempa lewat latihan bulutangkis, bahkan saya pakai sepatu bulutangkis Flypower  batik keluaran pertama saat itu yang biasanya saya gunakan untuk jogging, dan tujuan cuma satu, yaitu puncak. Pasti semua akan terbayar di puncak, dan ternyata tidak sepenuhnya benar. Mengapa tidak sepenuhnya benar? Karena semua sudah mulai terbayar saat saya bertemu dengan Surya Kencana, padang rumput luas yang dilalui via Gunung Putri. Ditambah lagi saat camp di Surya Kencana, malam hari disuguhi bintang-bintang yang bertebaran sangat banyak di langit, untuk pertama kalinya saya melihat langsung bintang terlihat dekat sebanyak itu.
Carrier saya berat, asli.

Ini foto terbaik surya kencana yang saya dapatkan di galeri saya, modelnya Ka Ayat.

                Beberapa hari disana membuat kami sangat akrab, waktu itu ada tujuh orang. Saya, Ravi dan Rika dari teman seangkatan saya di SMA, lalu Ka Ayat yaitu senior SMA saya yang lebih tua empat tahun dari saya (saat itu dia sudah kerja sebagai guru olahraga), Ka Ovi teman SMP ka Ayat, lalu Maulana dan Ade yang adalah Murid Ka Ayat di salah satu SMK di Jakarta. Yang saya pikirkan adalah sebegitu mudah gunung membawakan suasana hingga orang yang baru kenal pun bisa menjadi akrab, entah dengan keluhan “kapan sampe nya nih” atau dengan candaan kecil.
                Dari pendakian pertama, saya belajar bahwa terkadang hasil dari sebuah usaha itu tidak seberapa namun prosesnya lah yang lebih penting. Memang saat sampai puncak saya puas untuk pertama kalinya saya berada di atas awan 2958 mdpl, namun pertemuan pertama saya dengan Surya Kencana yang lebih sulit dilupakan. Saya belajar bagaimana menekan ego, mengurangi mengeluh meskipun saya memang masih sangat sering mengucapkan keluhan sampai sekarang. Saya belajar, bahwa segala hal membutuhkan persiapan yang matang (mana saya tahu kalo gunung sedingin itu dan butuh jaket tebal). Masih banyak pelajaran lainnya yang bisa saya ambil.

waktu itu tongsis baru naik daun, dan ini idenya Maul.

                Sepertinya tulisan gunung-gunung-an ini akan berlanjut, sampai tahun 2018 sepertinya saya semakin jatuh cinta dengan perjalanan yang melelahkan ini.


You Might Also Like

1 komentar: