Beberapa Ratus Meter dari Undip
![]() |
Salam dari Mawar. |
Gerimis manja
menyelimuti sore ini, sejuknya udara semakin mendukung tubuh ini untuk segera
telentang dikamar kos tercinta. Ditambah lagi tenaga telah terkuras oleh
kegiatan hari ini yang entah kenapa terasa sangat melelahkan. Aku membuka pintu
kamar kosku dan berharap bisa langsung tidur nyenyak, namun ada satu hal yang
masih terpikirkan oleh diri ini. “Aduh, ada rihlah rohis jurusan ya”, ternyata
masih ada satu agenda lagi yang mengharuskan diriku tidak bisa tidur di kos
malam ini. Acara yang mana diadakan di Camp Mawar, Gunung Ungaran , ini sempat
membuatku putus semangat untuk bisa menghadirinya, “Yah, langsung tidur aja kayanya ini nanti habis Isya. Toh ada alasan
juga karena capek seharian gini belum istirahat”. Tak lama setelah aku
mandi, Adzan maghrib berkumandang. Panggilan yang sangat penting dihadiri lebih
dari apapun.
Aku bersiap ke masjid,
dan dengan tenaga yang tersisa aku memenuhi panggilan Allah tersebut. Setibanya
di masjid dan sampai selesai shalat, aku melihat salah satu temanku yang juga
seharusnya ikut ke agenda rihlah, Wahyudi. Wahyudi terlihat telah siap untuk
berangkat, terlihat dari daypack yang
ia bawa.
“yud, mau berangkat
rihlah?” sapaku.
“iya der, mau bareng?”
balasnya.
Kenapa harus bertemu dengan orang ini disaat
seperti ini, mau tak mau aku harus menerima tawarannya untuk berangkat bersama.
Si panjul emang ye.
“oke, aku balik kos
sebentar siap-siap ya”.
Setelah siap, aku dan
Wahyudi langsung menuju salah satu swalayan tempat meeting point dengan teman lainnya. Setelah kami berkumpul, yang
kami sadari adalah sekarang telah memasuki waktu Shalat Isya. Muncul pertanyaan
yang mungkin sudah bisa ditebak, “solat dimana nih?”. Pertanyaan tersebut
memancingku untuk menjawab, “di Ngesrep aja, deket kosku yang dulu”. jawabanku
tersebut barangkali terlihat tidak berdasar, namun dari lubuk hati yang paling
dalam ada maksud terselubung. Aku rindu tempat itu. Kami berempat berangkat,
dan sesaat ingin sampai masjid tujuan, aku mendengar suara yang tak asing bagi
telingaku.
“Nah ini yud, asli ya!
Kangen banget aku sama suara adzan bapaknya ini”, Refleks mulutku berkata demikian setelah mendengar adzan yang kurindukan.
Bukan hanya suaranya
yang aku rindukan dari tempat ini, tapi segalanya. Padahal baru hampir satu
semester aku pindah kos ke dekat kampus. Singkatnya, setelah wudhu aku menjadi
orang kedua yang masuk ke masjid tersebut di waktu isya ini setelah bapak yang
mengumandangkan adzan tersebut. Kubuka pintu Masjid Al-Kautsar Ngesrep ini,
yang mana langsung membuat hidungku mencium wangi khas masjid yang belum
berubah sama sekali. Aroma memanggil kenangan.
“Assalamu’alaikum pak”,
salam pertamaku mengawali pembicaraan kami setelah beliau mematikan pengeras
suara yang digunakannya untuk adzan barusan.
“Wa’alaikumsalam,
monggo monggo”, jawabnya yang masih belum mengenali wajahku.
“Masih ingat saya
pak?”, tanyaku dengan nada sedikit sok asik.
“Siapa ya mas?”,
jawabnya dengan pertanyaan balik kepadaku.
“Ini Dery pak”, jawabku
dengan harapan bapak ini masih ingat denganku.
“Oh, Dery. Lagi ada apa
kesini?”, jawabnya yang masih dibubuhi pertanyaan.
“Ini lagi main aja pak,
mau ke Ungaran ada acara dari kampus. Sekalian mampir”, Jawabku yang masih ragu
apakah bapak ini masih benar-benar mengingatku.
“Oh ada acara apa?
Berkaitan dengan geodesi?”, jawabannya yang satu ini meyakinkanku bahwa beliau
masih ingat denganku.
“enggak pak ini cuma
acara main aja pak”
“Oh ta kira ada acara
apa gitu mas”, jawaban yang secara tak langsung mengakhiri pembicaraan kami
sebelum kita sama-sama shalat sunnah.
![]() |
Mereka sadar kamera, Ini Masjid Al Kautsar. |
Sekilas tentang beliau
yang mana selalu lebih sering mendahuluiku untuk datang ke masjid selama aku
masih ngekos di Ngesrep. Beliau juga
pernah cerita kalau ternyata beliau adalah alumni Teknik Sipil Undip tahun 1978, kalau tidak salah ya. Bukan hanya
beliau, melainkan juga beberapa bapak sepuh tetangga beliau juga merupaka alumni
Teknik Sipil Undip, termasuk salah satu imam tetap masjid ini, Pak Munawir. Waktu
awal aku masih bersama ayahku disini, ayahku sering ngobrol dengan Pak Munawir.
Sampai pada pertanyaan yang diajukan oleh ayahku waktuitu kepadaku,
“Ri, menurut kamu itu bapak yang jadi Imam
umurnya berapa?”, tanya ayahku dalam suatu obrolan yang aku sudah lupa kapan
waktu tepatnya.
“berapa ya, ….,” aku
lupa berapa jawabanku saat itu.
“Bapak itu umurnya 78
ri, tapi hafalannya masih kuat ya”, jawab ayahku.
Terdapat keraguan berapa
umur Pak Munawir dalam tulisanku ini, yang aku ingat antara 76 atau 78 umur
beliau saat itu. yang mana sekaligus membuatku yang di cap sebagai pemuda agen
perubahan ini sedikit malu.
Berbicara soal, tempat,
wangi, dan suasana malam itu, yang mana tanpa sadar ternyata memancing diriku
untuk mengakui bahwa “betapa rindunya aku dengan suasana disini”. Rindu pun
memicu kekhusyukan dalam shalat. Membangkitkan jiwa yang telah lama tertunduk
dengan agenda rapat dan program kerja. beginilah takdir, boleh jadi kita benci untuk melakukan sesuatu tapi ternyata apa yang dilakukan adalah salah satu obat mujarab penghilang kelelahan. Masih kuingat beberapa menit lalu kalau aku tidak berangkat dan lebih memilih tidur, mungkin tidak lahir tulisan ini. ☺
Singkat cerita aku
menjalankan agenda dengan penuh suka cita dan kenyang senang, serta selamat
kembali sampai kosku lagi. Kuliah lagi. Rapat lagi. Proker lagi. Jangan lupa
ngaji. Semangat!
![]() |
Bonus, Foto mas-mas masak mie. |
0 komentar: