Catatan Ramadhan

18.00 Dery Rizki Purwanto 2 Comments



Kajian sebelum berbuka di salah satu masjid daerah Undip.

     Ramadhan kali ini terasa berbeda, jelas berbeda untuk pertama kalinya. Kira-kira sudah 10 hari Ramadhan tahun ini berlangsung, dan belum pernah mendengar ada suara yang memanggil "ry, bangun sahur!", Kecuali hanya sebuah ringtone dari handphone yang menandakan telfon masuk dari rumah. Sahur pertama pun kelewatan, entah disibukkan oleh apa dimalam pertama Ramadhan. Saat bangun, sesaat aku mengecek jam di handphone-ku yang menunjukkan pukul 4.40an. yap, jelas kelewatan. Tidak ada lagi tidur lagi setelah bangun untuk sahur kecuali berani mengambil resiko kebablasan. 
     Beberapa hari lalu, aku mendapatkan nasi bungkus dari panitia salah satu masjid sekitar Undip saat berbuka puasa. Aku membawanya untuk dimakan di kos setelah shalat maghrib. Aku membuka bungkus nasi itu dengan semangat tinggi sebagaimana wajarnya anak kos yang sangat bahagia karena dapat makan gratis. Potongan ayam yang menurutku terhitung besar, lalapan, serta sambal, dan tentunya ya nasi putih, siap di sikat oleh mahasiswa kelaparan ini. Sesaat aku memakan nasi tersebut sambil melamun, dan saat aku tersadar, Aku menengok ke kiri dan kanan, melihat di sekitar kamar kosku, ya inilah adanya. Sendirian. Yang terlihat hanya dipan yang diatasnya berserakan kertas-kertas yang gajelas,  Meja belajar yang berantakan, lemari baju dengan cermin yang kutengok memperlihatkan diriku sendiri dengan tangan yang belepotan nasi. Ya beginilah, entah kenapa terasa sangat sepi. Jelas berbeda, baru kali ini merasakan sepi yang benar sepi saat berbuka. Yang mungkin ini jelas awal, yang mana kedepannya nanti akan menjadi rutinitasku saat jauh dari keluarga. Alhamdulillah, "Telah hilang haus (dahaga), dan urat-urat leher telah basah, serta pahala telah tetap (ditetapkan), Insya Allah".
     Kemarin lusa, setelah lama aku sulit dihubungi oleh keluarga(dan tentunya membuat mereka rindu, akupun juga), akhirnya aku mencoba menelfon mereka. Tentunya mamah yang pertama kali mengangkat telfon, menanyakan kabarku, bercerita tentang warung, kapan pulang, ini, itu, seperti yang sudah-sudah. Tapi, tentunya tiap menelfon selalu punya topik tersendiri. Sampai akhirnya mamah menanyakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya ingin juga kutanyakan(aku kalah cepat) "udah dapet brp juz kamu ry?" Lho baru aja mau kutanya eh udah keduluan. "Delapan mah, mamah udah brp?", Jawabku. "Mamah udah sebelas nih, kalo di warung pas gaada yang beli mamah bisa dapet banyak. Disini juga cahayanya kan terang kalo siang, kalo dirumah suka gakebaca ry gelap", Sahutnya (Semoga Allah memanjangkan umurnya dalam ketaatan kepada-Nya). Waduh ternyata anak muda yang tenaganya masih banyak ini kalah sama orang tuanya(dalam semangat beribadah). Apa ya yang menyibukkan anak ini sehingga lupa sama bulan Ramadhan? bulan umatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Pahala berserakan dibulan ini, tapi kenapa malah masih dikuasai oleh kemalasan mas?
     Ya beginilah Ramadhan, tiap Ramadhan memiliki kisahnya sendiri. Ramadhan tahun lalu harap-harap cemas menunggu hasil tes PTN. Ramadhan dua tahun lalu jempol kakiku harus diperban karena kukunya pecah tertiban Gas elpiji 3kg + galau ingin memaksa kuliah asal-asalan atau menunda satu tahun. Ramadhan tahun ini tidak bersama keluarga + kesana kemari mencari masjid penyedia takjil dan makan besar. Meski tiap Ramadhan punya cerita masing-masing, tapi Ramadhan tetap sama. Ia ada untuk kita manfaatkan sebaik-baiknya agar kita bertakwa. ☺

You Might Also Like

2 komentar: