Rangkuman Liburan

08.05 Dery Rizki Purwanto 0 Comments


           Berbagi liburan ya, biar ga tegang terus.
          Tidak terasa, semester 6 sudah hampir setengah jalan. Kurang lebih dua pekan lagi kami akan menghadapi ujian tengah semester. Ya, begitulah waktu yang selalu berjalan maju, detik demi detik menghentak dalam bisik. Mengapa demikian? Buktinya sederhana, kita sering berkata begini,
            ”Gak kerasa ya udah mau lebaran lagi.”
            Atau, “Gak kerasa ya udah mau lulus aja.”
Dan tidak sedikit dari kita yang berharap waktu kembali, karena ingin melakukan hal yang menurut kita bisa membuat masa kini lebih baik. Padahal belum tentu.
            Masih kuingat jelas, semester 5 kemarin ditutup dengan pendakian ke Gunung Sumbing, yang katanya adalah kembaran dari Gunung Sindoro. Kesan berupa resleting tenda yang rusak dan tidak bisa ditutup, sehingga pintu tenda ditutup dengan matras milik Ulin. Saking kencangnya angin malam disana, matrasnya ikut terbang dan Alhamdulillah saat kami beranjak turun, matrasnya ditemukan. Aku datang ke Gunung Sumbing dengan penuh ambisi, mungkin karena Gunung Sumbing memiliki ketinggian tertinggi ketiga di antara gunung-gunung di Pulau Jawa.
Kami terpaksa membuat tenda disana, ceritanya panjang.

Kataku dalam hati, “Semoga bisa menjajaki puncak tertinggi ketiga ini, untuk melengkapi Seven Summit pulau jawa yang menjadi ambisiku”.
Dan Takdir Allah, kami tidak sampai ke puncak tertinggi Gunung Sumbing. Kami hanya sampai di salah satu puncaknya saja, bukan puncak tertinggi. Mau bagaimana lagi, perbekalan sudah tipis. Pipa sumber air yang kami harapkan di Pos 2 via Sipetung ternyata ikut terbakar saat kebakaran September lalu. Ya, Informasi dari Basecamp Sipetung bahwa kami adalah pendaki pertama yang mendaki via Sipetung pasca kebakaran. Tentunya kami harus menekan ego dan menguatkan hati, “Puncak Sumbing tak akan kemana-mana”. Setelah itu, liburan semester tiba.
Biar fotonya yang ini, lagi rusak semua.

Pengalaman-pengalaman baru muncul saat liburan kemarin, aku merasakan mie ayam terbaik di Jakarta yang pernah aku makan. Ini menurutku ya, bukan hanya rasa tapi juga porsinya raksasa. Kesan bukan hanya dari mie ayam, tapi itu sebagai penanda saja bahwa saya mengambil banyak pelajaran dari sekitar mie ayam. Ilmu, persahabatan sejati, sampai ke urusan rencana usaha, ya meskipun masih ngawang. Lalu, aku mulai lebih focus ke karya Buya Hamka. Ya, baru beberapa buku yang kubaca, karena saat aku dibawa Pakde ke salah satu took buku di pasar senen, ada karya Buya Hamka yang baru dicetak kembali. Liburan kemarin aku mulai membangun kembali apa yang sering aku runtuhkan di Semarang. Benar saja, sekarang disini bangunan tersebut mulai runtuh secara perlahan.
Sampai di Semarang, sebelum KKL (Kuliah Kerja Liburan Lapangan), Kami membentuk tim pendakian untuk senang-senang. “Tim Andong Wakikuy”. Terinspirasi dari Video Dzawin di Gunung Merbabu dengan sapaan pendakinya “Wakikuyyy” atau “Wukakik” saat bertemu dengan pendaki lain, dan itulah yang kami lakukan selama di Andong. Aku benar-benar merasa senangnya pendakian, meskipun pemandangan didominasi oleh kabut. Untuk ceritanya sudah kurangkum di sorotan instagramku. Dicek saja sendiri.
Orang-orang yo'i anggota Andong Wakikuy ga minta orang lain fotoin hasilnya ya gini.

KKL tiba-tiba datang, seakan-akan mengembalikan kenangan SMA saat studytour ke Yogyakarta, salah satunya ke UGM dan sepertinya angkatanku di SMA tidak ada satupun yang kuliah di UGM. Satu lagi, KKL mengingatkanku lembur input POI(Point of Interest) di salah satu WebGIS perusahaan terkenal, buat ongkos dulu pikirku, padahal nggak juga. KKL punya kenangan tersendiri, pertama kali menginjakkan kaki di Bali dan Lombok. Terlebih lagi masih diberi kesempatan untuk mampir di Gili Trawangan. Snorkeling kedua, jelas berbeda. Gili berbeda dengan pulau tidung. Airnya lebih jernih, ya pokoknya beda. Sayang saja jika jauh-jauh ke gili tidak merasakan wisata bahari disana.
Gili ah di kelitikin.

Joger, aku pertama kali kesana ya kemarin saat KKL. Joger membuatku pusing karena begitu banyak produk yang mereka jual, dan mereka sendiri bilang produknya jelek-jelek. Joger benar-benar membuatku melihat bahwa seni dijual mahal disini, meski harga satuannya relatif murah. Kata guide kami dibus, “Yang Joger jual adalah kata-kata.”
Lain lagi halnya saat kami mendatangi Lombok Exotic, yaaa Jogernya Lombok mungkin. Tapi suasananya kemarin sungguh berbeda, Joger penuh manusia, Lombok Exotic penuh dengan anak-anak Geodesi Undip(Manusia juga). Produk yang dijual disana bagus dari segi bahan dan desain. Mereka mengedepankan desain Ethnic, itu yang aku tangkap. Justru itulah kelebihannya, sangat banyak desain sehingga bingung memilih, semuanya bagus. Mau di Joger ataupun Lombok Exotic, yang terpenting adalah punya duit buat belinya.
Tulisan rangkuman ini setidaknya menjadi obat rinduku dalam menulis. Padahal menulis itu benar-benar tentang kepuasan diri buatku, jadi sedikit merasa fresh setelah menulis. Tapi memang aku yang kurang menyempatkan diri untuk menulis. Heleh. Sekian dulu, sudah pukul 21.42, dan ba’da Isya tadi saya merendam baju yang harus segera dicuci biar gak bau karena kelamaan di rendem. 
Sambal Terasi.


You Might Also Like

0 komentar: